Qunut Dalam Islam

Hukum membaca Qunut saat shalat tergantung kepada jenis qunutnya. Sebab, Qunut dalam shalat dikenal ada tiga macam:
1.     Qunut dalam shalat witir. Qunut ini disyariatkan disetiap sholat witir secara berkala, berdasarkan hadîts al-Hasan bin 'Ali  Radhiyallahu 'anhu beliau rahimahullah berkata:
عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajariku do'a-do'a yang aku ucapkan dalam witir yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
(HR at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Tirmidzî).


Demikian juga, hal ini di amalkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana dijelaskan Ubai bin Ka'ab Radhiyallahu 'anhu dalam penuturan beliau:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ فِى الْوِتْرِقَبْلَ الرُّكُوعِ
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan qunut dalam witir sebelum rukû' (HR.Abû Dâwud dan dishahîhkan al-Albâni dalam Shahih Abû Dawud)
2.        Qunut Nâzilah yang dilaksanakan ketika ada musibah atau bencana. Qunut ini juga disyari'atkan dengan dasar amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , diantaranya:
قَنَتَ النَّبِىُّ n شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan qunut (Nâzilah) selama sebulan, berdo'a untuk kehancuran Ra'l dan Dzakwân. (HR al-Bukhâri). Demikian juga dalam hadits yang lain:
قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan qunut selama sebulan ketika para penghafal al-Qur`ân dibunuh. (HR al-Bukhâri).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan: Qunut disyari'atkan pada saat adanya bencana dan ini adalah pendapat yang dipegang oleh ulama fikih dan ahli hadits. Ini diambil dari Khulafâ' Râsyidîn (Majmû' Fatâwâ 23/108)
Syaikh Abdul Azhîm Badawi menjelaskan bahwa Qunut yang disyari'atkan dalam sholat fardhu hanyalah qunut Nazilah. (lihat Al-Wajîs Fî Fiqhi as-Sunnah wa al-Kitâb al-'Azîz .109).
3.        Qunut khusus dalam shalat Shubuh yang dilakukan terus menerus seperti yang Nampak dilakukan banyak kaum muslimin, adalah perkara bid`ah yang tidak ada dasar yang kuat dari Rasulullah n dan para Sahabatnya. Hal ini, merupakan perbuatan bid’ah yang telah dijelaskan secara tegas oleh Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Abû Mâlik al-asyja'i Sa'ad bin Tharîq berkata:
قُلْتُ لأَبِى يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِىٍّ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ فَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِى الْفَجْرِ فَقَالَ أَىْ بُنَىَّ مُحْدَثٌ.
Artinya : “Aku bertanya kepada bapakku: Wahai bapakku, sungguhkah engkau pernah shalat dibelakang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman serta Ali di Kufah ini selama lebih dari lima tahun. Apakah mereka pernah melakukan qunut dalam shalat Shubuh? beliau menjawab: Tidak benar Wahai anakku! Itu perkara baru (bid'ah). (HR.Ibnu Mâjah dan dishahîhkan al-Albâni dalam Irwâ' al-Ghalîl no. 435).
Dengan demikian jelaslah hukum membaca qunut dalam shalat. Wabillâhi taufîq.



Baca Yang Selanjutnya......

Rapatkan dan Luruskan Shaf (Barisan) Sholat

Penulis memperhatikan bahwa pada sebagian besar masjid/musholla yang telah penulis kunjungi untuk melaksanakan sholat, senantiasa terdapat beberapa wanita yang melaksanakan sholat berjama’ah namun antar jama’ah wanita tersebut terdapat jarak/celah yang lebarnya bahkan sampai 1 (satu) meter. Terkadang bila sholat berjama’ah dan penulis bermaksud merapatkan shaf, maka jama’ah disebelah kanan/kiri malah semakin menjauhkan kaki mereka dari kaki penulis.

Kedua kondisi diatas membuat sedih penulis, karena dalam Islam pada saat melaksanakan sholat berjama’ah kita dianjurkan untuk senantiasa meluruskan shaf dan menutup celahnya (merapatkannya).

Hal tersebut berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha, dia bercerita : Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya Allah dan Para Malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang menyambung barisan. Barang siapa menutupi kerenggangan (yang ada dalam barisan), niscaya dengannya Allah akan meninggikannya satu derajat.” (HR. Ibnu Majah,Ahmad, Ibnu Khuzaimah,Al-Hakim, dinilai Shahih oleh Adz-Dzahabi dan al-Albani).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallahu ‘anhumaa, Rasulullah Shollallahu ’alayhi wa Sallam bersabda:

“Barang siapa yang menyambung shaff niscaya Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa memutuskan shaff niscaya Allah ‘Azza wa Jalla pun akan memutuskannya”. (HR. An-nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, dinilai shahih oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Dari Abu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Adalah Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam mengusap pundak-pundak kami dengan berkata :

“Luruskanlah shaf-shaf kalian dan janganlah berselisih sehingga hati kalian akan berselisih”. (HR. Muslim)

Beliau juga pernah berkata :
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, jika tidak, maka Allah akan menimpakan
perselisihan di antara kalian”. (HR. Bukhari & Muslim)

Sehingga bengkoknya shaf akan mengakibatkan permusuhan dan pertentangan hati, kekurangan iman dan hilangnya kekhusyu’an.

Sebagaimana lurusnya sebuah shaf termasuk (sebagian dari) kesempurnaan sholat, yang demikian itu diungkapkan di dalam sabda Rasulullah shollallaahu ‘alayhi wa Sallam,

“Karena lurusnya shaf itu sebagian dari kesempurnaan shalat.” (HR. Muslim).

Di dalam riwayat lain :

“Karena lurusnya shaf itu sebagian dari baiknya sholat”(HR. Al-Bukhari & Muslim).

Ya Ukhty Muslimah, mari rapatkan dan luruskan shaf kita. Semoga dengannya, Allah mengangkat derajat kita, menjauhkan perselisihan dan permusuhan di antara kita. Amiin…

Sumber :
1.Ensiklopedi Shalat menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Dr. Sa’id bin ’Ali bin Wahf al-Qahthani, Pustaka Imam Asy-Syafi’i , Hal 580-581
2.Ensiklopedi Mini Keutamaan Sholat Berjama’ah , Prof. Dr. Fadhl Ilahi , Salwa Press, Hal. 42
3.Pengaruh Shalat terhadap Iman dan Jiwa Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Husain bin ‘Audah al-’Awayisyah, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Hal. 18


Baca Yang Selanjutnya......

Hikmah Ibadah Haji

HIKMAH IBADAH HAJI


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Baz



Diantara Asmaul Husna yang dimiliki Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-Hakim yang bermakna : “Yang menetapkan Hukum, atau Yang mempunyai sifat Hikmah, di mana Allah tidak berkata dan bertindak dengan sia-sia. Oleh karena itulah semua syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai kebaikan yang besar dan manfaat yang banyak bagi hamba-Nya di dunia seperti kebagusan hati, ketenangan jiwa dan kebaikan keadaan. Juga akibat yang baik dan kemenangan yang besar di kampung kenikmatan (akhirat) dengan melihat wajah-Nya dan mendapatkan ridha-Nya.

Demikian pula haji, sebuah ibadah tahunan yang besar yang Allah syari’atkan bagi para hamba-Nya, mempunyai berbagai manfaat yang besar dan tujuan yang besar pula, yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat. Dan diantara hikmah ibadah haji ini adalah.

[1]. Mengikhlaskan Seluruh Ibadah
Beribadah semata-mata untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghadapkan hati kepada-Nya dengan keyakinan bahwa tidak ada yang diibadahi dengan haq, kecuali Dia dan bahwa Dia adalah satu-satunya pemilik nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia. Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak ada tandingan-Nya.
Dan hal ini telah diisyaratkan dalam firman-Nya.

“Artinya : Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim dengan menyatakan ; “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikan rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku dan sujud” [Al-Hajj : 26]

Mensucikan rumah-Nya di dalam hal ini adalah dengan cara beribadah semata-mata kepada Allah di dekat rumah-Nya (Ka’bah) yang mulia, mebersihkan sekitar Ka’bah dari berhala-berhala, patung-patung, najis-najis yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan serta dari segala hal yang mengganggu orang-orang yang sedang menjalankan haji atau umrah atau hal-hal lain yang menyibukkan (melalaikan, -pent) dari tujuan mereka.

[2]. Mendapat Ampunan Dosa-Dosa Dan Balasan Jannah
“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu umrah sampai umrah yang lain adalah sebagai penghapus dosa antara keduanya dan tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali jannah” [HR Bukhari dan Muslim, Bahjatun Nanzhirin no. 1275]

“Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa barang siapa berhaji ke Baitullah ini karena Allah, tidak melakukan rafats dan fusuuq, niscaya ia kembali seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya” [HR Bukhari]

Rafats : jima’ ; pendahuluannya dan ucapan kotor, Fusuuq : kemaksiatan

Sesungguhnya barangsiapa mendatangi Ka’bah, kemudian menunaikan haji atau umrah dengan baik, tanpa rafats dan fusuuq serta dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosanya dan menuliskan jannah baginya. Dan hal inilah yang didambakan oleh setiap mu’min dan mu’minah yaitu meraih keberuntungan berupa jannah dan selamat dari neraka.

[3]. Menyambut Seruan Nabi Ibrahima Alaihissalam
“Dan serulah manusia untuk berhaji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”[Al-Hajj : 27]

Nabi Ibrahim Alaihissalam telah menyerukan (agar berhaji) kepada manusia. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki (untuk bisa) mendengar seruan Nabi Ibrahim Alaihissalam tersebut dan menyambutnya. Hal itu berlangsung semenjak zaman Nabi Ibrahim hingga sekarang.

[4]. Menyaksikan Berbagai Manfaat Bagi Kaum Muslimin
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Agar supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [Al-Hajj : 28]

Alah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan manfaat-manfaat dengan muthlaq (secara umum tanpa ikatan) dan mubham (tanpa penjelasan) karena banyaknya dan besarnya menafaat-manfaat yang segera terjadi dan nanti akan terjadi baik duniawi maupun ukhrawi.

Dan diantara yang terbesar adalah menyaksikan tauhid-Nya, yakni mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. Mereka datang dengan niat mencari wajah-Nya yang mulia bukan karena riya’ (dilihat orang lain) dan juga bukan karena sum’ah (dibicarakan orang lain). Bahkan mereka betauhid dan ikhlas kepada-Nya, serta mengikrarkan (tauhid) di antara hamba-hamba-Nya, dan saling menasehati di antara orang-orang yang datang (berhaji dan sebagainya,-pent) tentangnya (tauhid).

Mereka thawaaf mengelilingi Ka’bah, mengagungkan-Nya, menjalankan shalat di rumah-Nya, memohon karunia-Nya, berdo’a supaya ibadah haji mereka diterima, dosa-dosa mereka diampuni, dikembalikan dengan selamat ke nergara masing-masing dan diberi anugerah kembali lagi untuk berdo’a dan merendah diri kepda-Nya.

Mereka mengucapkan talbiyah dengan keras sehingga di dengar oleh orang yang dekat ataupun yang jauh, dan yang lain bisa mempelajarinya agar mengetahui maknanya, merasakannya, mewujudkan di dalam hati, lisan dan amalan mereka. Dan bahwa maknanya adalah : Mengikhlaskan ibadah semata-mata untuk Allah dan beriman bahwa Dia adalah ‘ilah mereka yang haq, Pencipta mereka, Pemberi rizki mereka, Yang diibadahi sewaktu haji dan lainnya.

[5]. Saling Mengenal Dan Saling Menasehati
Dan diantara hikmah haji adalah bahwa kaum muslimin bisa saling mengenal dan saling berwasiat dan menasehati dengan al-haq. Mereka datang dari segala penjuru, dari barat, timur, selatan dan utara Makkah, berkumpul di rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tua, di Arafah, di Muzdalifah, di Mina dan di Makkah. Mereka saling mengenal, saling menasehati, sebagian mengajari yang lain, membimbing, menolong, membantu untuk maslahat-maslahat dunia akhirat, maslahat taklim tata cara haji, shalat, zakat, maslahat bimbingan, pengarahan dan dakwah ke jala Allah.

Mereka bisa mendengar dari para ulama, apa yang bermanfaat bagi mereka yang di sana terdapat petunjuk dan bimbingan menuju jalan yang lurus, jalan kebahagiaan menuju tauhidullah dan ikhlas kepada-Nya, menuju ketaatan yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengetahui kemaksiatan untuk dijauhi, dan supaya mereka mengetahui batas-batas Allah dan mereka bisa saling menolong di dalam kebaikan dan taqwa.

[6]. Mempelajari Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dan diantara manfaat haji yang besar adalah bahwa mereka bisa mempelajari agama Allah dilingkungan rumah Allah yang tua, dan di lingkungann masjid Nabawi dari para ulama dan pembimbing serta memberi peringatan tentang apa yang mereka tidak ketahui mengenai hukum-hukum agama, haji, umrah dan lainnya. Sehingga mereka bisa menunaikan kewajiban mereka dengan ilmu.

Dari Makkah inilah tertib ilmu itu, yaitu ilmu tauhid dan agama. Kemudian (berkembang) dari Madinah, dari seluruh jazirah ini dan dari seluruh negeri-negeri Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ada ilmu dan ahli ilmu. Namun semua asalnya adalah dari sini, dari lingkungan rumah Allah yang tua.

Maka wajib bagi para ulama dan da’i, dimana saja mereka berada, terlebih lagi di lingkungan rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala ini, untuk mengajari manusia, orang-orang yang menunaikan haji dan umrah, orang-orang asli dan pendatang serta para penziarah, tentang agama dan manasik haji mereka.

Seorang muslim diperintahkan untuk belajar, bagaimanapun (keadaannya) ia, dimana saja dan kapan saja ; tetapi di lingkungan rumah Allah yang tua, urusan ini (belajar agama) lebih penting dan mendesak.

Dan di antara tanda-tanda kebaikan dan kebahagian seseorang adalah belajar tentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala memperoleh kebaikan, niscaya Dia menjadikan faqih terhadap agama” [HR Bukhari, Kitab Al-Ilmi 3 bab : 14]

Di sini, di negeri Allah, di negerimu dan di negeri mana saja, jika engkau dapati seorang alim ahli syari’at Allah, maka pergunakanlah kesempatan. Janganlah engkau takabur dan malas. Karena ilmu itu tidak bisa diraih oleh orang-orang yang takabur, pemalas, lemah serta pemalu. Ilmu itu membutuhkan kesigapan dan kemauan yang tinggi.

Mundur dari menuntut ilmu, itu bukanlah sifat malu, tetapi suatu kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan Allah tidak malu dari kebenaran” [Al-Ahzab : 53]

Karenanya seorang mukmin dan mukminah yang berpandangan luas, tidak akan malu dalam bab ini ; bahkan ia maju, bertanya, menyelidiki dan menampakkan kemusykilan yang ia miliki, sehingga hilanglah kemusykilan tersebut.

[7]. Menyebarkan Ilmu
Di antara manfaat haji adalah menyebarkan ilmu kepada saudara-saudaranya yang melaksanakan ibadah haji dan teman-temannya seperjalanan, yang di mobil, di pesawat terbang, di tenda, di Mekkah dan di segala tempat. Ini adalah kesempatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan. Engkau bisa menyebarkan ilmu-mu dan menjelaskan apa yang engkau miliki, akan tetapi haruslah dengan apa yang engkau ketahui berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah dan istimbath ahli ilmu dari keduanya. Bukan dari kebodohan dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari Al-Kitab dan As-Sunnah.

[8]. Memperbanyak Ketaatan
Di antara manfaat haji adalah memperbanyak shalat dan thawaf, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka ; hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka berthawaf sekeliling rumah yang tua itu (Ka’bah)” [Al-Hajj : 29]

Maka disyariatkan bagi orang yang menjalankan haji dan umrah untuk memperbanyak thawaf semampunya dan memperbanyak shalat di tanah haram. Oleh karena itu perbanyaklah shalat, qira’atul qur’an, tasbih, tahlil, dzikir. Juga perbanyaklah amar ma’ruf nahi mungkar dan da’wah kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana banyak orang berkumpul dari Afrika, Eropa, Amerika, Asia dan lainnya. Maka wajib bagi mereka untuk mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.

[9]. Menunaikan Nadzar
Walaupun nadzar itu sebaiknya tidak dilakukan, akan tetapi seandainya seseorang telah bernadzar untuk melakukan ketaatan, maka wajib baginya untuk memenuhinya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah dia mentaati-Nya” [HR Bukhari]

Maka apabila seseorang bernadzar di tanah haram ini berupa shalat, thawaf ataupun ibadah lainnya, maka wajib baginya untuk menunaikannya di tanah haram ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar” [Al-Hajj : 29]

[10]. Menolong Dan Berbuat Baik Kepada Orang Miskin
Di antara manfaat haji adalah bisa menolong dan berbuat baik kepada orang miskin baik yang sedang menjalankan haji atau tidak di negeri yang aman ini.

Seseorang dapat mengobati orang sakit, menjenguknya, menunjukkan ke rumah sakit dan menolongnya dengan harta serta obat.

Ini semua termasuk manfaat-manfaat haji.

“Artinya : ….agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [Al-Hajj : 28]

[11]. Memperbanyak Dzikir Kepada Allah
Di negeri yang aman ini hendaklah memperbanyak dzikir kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk dan bebaring, dengan tasbih (ucapan Subhanallah), hamdalah (ucapan Alhamdulillah), tahlil (ucapan Laa ilaaha ilallah), takbir (ucapan Allahu Akbar) dan hauqallah (ucapan Laa haula wa laa quwata illa billah).

“Artinya : Dari Abu Musa Al-As’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Perumpamaan orang yang mengingat Rabb-nya dan yang tidak mengingat-Nya adalah sebagai orang hidup dan yang mati”. [HR Bukhari, Bahjatun Nadzirin no. 1434]

[12]. Berdo’a Kepada-Nya
Di antara manfaat haji, hendaknya bersungguh-sungguh merendahkan diri dan terus menerus berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar Dia menerima amal, membereskan hati dan perbuatan ; agar Dia menolong untuk mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya ; agar Dia menolong untuk menunaikan kewajiban dengan sifat yang Dia ridhai serta agar Dia menolong untuk berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya.

[13]. Menunaikan Manasik Dengan Sebaik-Baiknya
Di antara manfaat haji, hendaknya melaksanakannya dengan sesempurna mungkin, dengan sebaik-baiknya dan seikhlas mungkin baik sewaktu melakukan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, berada di Muzdalifah, melempar jumrah, maupun sewaktu shalat, qira’atul qur’an, berdzikir, berdo’a dan lainnya. Juga hendaknya mengupayakannya dengan kosentrasi dan ikhlas.

[14]. Menyembelih Kurban
Di antara manfaat haji adalah menyembelih (binatang) kurban, baik yang wajib tatkala berihram tammatu dan qiran, maupun tidak wajib yaitu untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sewaktu haji wada’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkurban 100 ekor binatang. Para sahabat juga menyembelih kurban. Kurban itu adalah suatu ibadah, karena daging kurban dibagikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan di hari-hari Mina dan lainnya.

Demikianlah sebagian hikmah dari ibadah haji (rukun Islam yang ke lima) mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaatnya, dan senantiasa diberi petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala serta diberi kemudahan untuk menunaikannya. Amin

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun III/1419H/1999M, Disadur oleh Abu Shalihah dari Majalah Al-Furqon nomor 72 hal.18-21. Penebit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183 ]


Baca Yang Selanjutnya......

Macam-Macam Sholat Sunat

Macam-Macam Shalat Sunat


Shalat Sunah

Shalat sunah disebut juga salat an-nawâfil atau at-tatawwu’. Yang dimaksud dengan an-nawâfil ialah semua perbuatan yang tidak termasuk dalam fardu. Disebut an-nawâfil karena amalan-amalan tsb menjadi tambahan atas amalan-amalan fardu.

Menurut Mazhab Hanafi, shalat an-nawâfil terbagi atas 2 macam, yaitu shalat masnûnah dan shalat mandûdah.
Shalat masnûnah ialah shalat-shalat sunah yang selalu dikerjakan Rasulullah, jarang ditinggalkan, sehingga disebut juga dengan shalat mu’akkad (dipentingkan).
Shalat mandûdah adalah shalat-shalat sunah yang kadang dikerjakan oleh Rasulullah, kadang-kadang juga tidak dikerjakan, sehingga disebut dengan shalat ghairu mu’akkad (kurang dipentingkan).
Shalat Rawatib

Shalat Rawatib adalah shalat sunah yang dikerjakan menyertai shalat fardu. Shalat sunah ini terbagi dalam shalat mu’akkad dan ghairu mu’akkad. Adapun yang termasuk dalam shalat-shalat sunah Rawatib adalah sbg berikut:
Mu’akkad

* dua rakaat qabla subuh
* dua rakaat qabla zuhur
* dua rakaat ba’da zuhur
* dua rakaat ba’da maghrib
* dua rakaat ba’da isya

Rincian tsb berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW:

“Dari Abdillah bin Umar, ia berkata: ‘Saya ingat mengenai Rasulullah SAW mengerjakan shalat dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Zuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh.” (H.R. Bukhari Muslim)



Ghairu Mu’akkad

* empat rakaat sebelum dan sesudah zuhur
* empat rakaat sebelum asar
* empat rakaat sebelum maghrib

Masing-masing berdasarkan rincian hadist-hadist berikut:

Dari Ummu Habibah: “Nabi SAW bersabda: Barangsiapa mengerjakan empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat sesudahnya maka Allah mengharamkan baginya dari api neraka.” (H.R. Tarmizi)

“Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Allah memberi rahmat kepada orang yang mengerjakan shalat empat rakaat sebelum shalat Asar” (H.R. Tarmizi)

Hadist Nabi Muhammad SAW: “Dari Abdullah bin Mughafal, Nabi SAW bersabda: Shalatlah kamu sebelum Maghrib, shalatlah kamu sebelum Maghrib. Kemudian Nabi mengatakan yang ketiga kalinya bagi yang menghendakinya.” (H.R. Bukhari)

Shalat Sunah Lainnya

Selain shalat Rawatib, ada pula shalat sunah lainnya yang tidak berkaitan dengan shalat fardu. Berikut adalah beberapa shalat sunah yang umum dikerjakan beserta definisinya.

Shalat Khauf
Shalat yang dilakukan pada saat-saat genting. Shalat ini dapat dilakukan kapan pun bila kita dalam kondisi merasa takut, misalnya karena perang, bencana alam, ancaman binatang buas, dikejar musuh atau orang jahat, dsb.
Syariat shalat khauf ini didasarkan pada surat An-Nisâ: 102.
Shalat Dhuha
Shalat sunah yang dikerjakan pada pagi hari, waktunya dimulai ketika matahari tampak kurang lebih setinggi tombak dan berakhir sampai tergelincir matahari (waktu zuhur).
Jumlah rakaat shalat dhuha adalah sekurang-kurangnya dua rakaat, sebanyak-banyaknya duabelas rakaat, ada juga yang menyatakan enambelas rakaat.
Shalat Istisqa
Shalat sunah yang bertujuan untuk meminta hujan. Biasanya dilaksanakan ketika terjadi kemarau panjang sehingga mata air-mata air menjadi kering, tumbuh-tumbuhan mati, manusia dan hewan kekurangan makanan dan air.
Bila sudah masuk dalam kondisi ini, dianjurkan pemimpin masyarakat setempat atau ulama mengajak masyarakat untuk bertobat dan berdoa.
Shalat Khusuf
Shalat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana bulan.
Waktu shalat khusuf adalah sejak awal gerhana sampai akhir atau tertutupnya bulan tsb.
Shalat Kusuf
Shalat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana matahari.
Waktu shalat kusuf adalah sejak awal gerhana sampai selesai atau tertutupnya matahari.
Shalat Istikharah
Shalat sunah dua rakaat yang diiringi dengan doa khusus, dikerjakan untuk memohon petunjuk yang baik kepada Allah SWT sehubungan dengan urusan yang masih diragukan untuk diputuskan akan dikerjakan atau tidak. Urusan yang dimaksud bisa berupa urusan pribadi ataupun yang terkait dengan kepentingan umum.
Petunjuk dari Allah SWT ini biasanya akan diperoleh melalui mimpi atau kemantapan hati untuk mengambil keputusan.
Shalat Tahajud
Shalat sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari dan dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu, meskipun hanya sejenak, kemudian diiringi dengan doa khusus.
Shalat tahajud boleh dilakukan di awal, tengah, atau di akhir malam, asalkan sesudah tidur, namun melakukannya pada sepertiga malam yang terakhir adalah lebih baik, karena pada saat itu terdapat waktu doa para hamba dikabulkan oleh Allah SWT.
Shalat Gaib
Shalat yang dilakukan atas seseorang yang meninggal dunia di suatu tempat atau negeri, baik jauh ataupun dekat dari tempat orang yang melaksanakan shalat, dan mayatnya tidak ada di tempat (di hadapan) orang-orang yang menshalatkan.
Shalat Hajat
Shalat sunah dua rakaat yang dikerjakan seseorang yang mempunyai hajat (keperluan) agar keperluan tsb dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah SWT.
Shalat Tahyatul Masjid
Shalat yang dilakukan sebagai penghormatan terhadap masjid, dilakukan oleh orang yang masuk ke dalam mesjid sebelum ia duduk.
Shalat Idain
Shalat yang dilakukan pada saat dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Idul Fitri dilaksanakan berkaitan dengan selesainya bulan Ramadhan yang jatuh pada tanggal 1 Syawal.
Idul Adha dilaksanakan bertepatan dengan selesainya pelaksanaan ibadah haji, yaitu tanggal 10 Zulhijjah, yang biasanya seusai shalat dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban bagi yang mampu.
Shalat Tarawih
Shalat sunah yang dikerjakan umat Islam setiap malam selama bulan Ramadhan.
Ada beberapa pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih, yang pertama adalah 11 rakaat terdiri dari 4 rakaat, kemudian 4 rakaat lagi, dan ditutup dengan 3 rakaat shalat witir. Lalu ada pula yang menyatakan 8 rakaat salam kemudian witir 3 rakaat. Pendapat lain menyatakan 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir, sehingga seluruhnya adalah 23 rakaat. Ada pula sebagian imam yang menyatakan lebih dari itu.
Shalat Witir
Witir berarti ganjil. Sehingga shalat witir adalah nama bagi shalat yang rakaatnya ganjil (selain shalat Maghrib), yaitu shalat 1 rakaat, 3 rakaat, 5 rakaat, 7 rakaat, 9 rakaat, atau 11 rakaat yang bersambungan dan hanya satu kali salam.
Waktu pelaksanaannya adalah malam hari, sesudah shalat Isya sampai terbit fajar. Yang paling baik, witir dijadikan sebagai shalat yang paling akhir dikerjakan pada malam hari.
Bila seseorang khawatir tidak bangun pada waktu menjelang terbit fajar, ia boleh mengerjakan shalat witir segera setelah shalat fardu dan sesudah Isya.
Shalat Taubat
Shalat untuk menyatakan bahwa kita bertaubat dari suatu dosa, artinya menyesal atas perbuatan yang dilakukan, dan bertekad kelak tidak akan melakukannya lagi, disertai permohonan ampun kepada Allah.
Shalat Tasbih
Shalat sunah empat rakaat yang setiap rakaatnya membaca tasbih sebanyak 75 kali, sehingga seluruhnya berjumlah 300 kali. Rincian jumlah tasbih untuk setiap rakaat adalah sbg berikut:

* 15 kali sesudah membaca surat dan sebelum rukuk
* 10 kali sesudah membaca tasbih rukuk dan sebelum i’tidal
* 10 kali setelah membaca tahmid i’tidal
* 10 kali setelah membacab tasbih sujud
* 10 kali setelah membaca doa duduk diantara dua sujud
* 10 kali setelah membaca tasbih sujud kedua
* 10 kali setelah duduk istirahat sesudah sujud kedua.

Bagi setiap muslim, dianjurkan mengerjakan shalat tasbih setiap malam, bila tidak mampu maka sekali seminggu, atau sekali sebulan, atau sekali setahun, bila masih tidak bisa, maka sekurang-kurangnya sekali seumur hidup, jangan sampai ditinggalkan sama sekali.
Waktu pelaksanaannya dapat siang hari atau malam hari, empat rakaat dengan satu atau dua kali salam.

Baca Yang Selanjutnya......

SHOLAT QOBLIYYAH MAGHRIB

SHOLAT QOBLIYYAH MAGHRIB DALAM TIMBANGAN
Moch Syaiful Musta'in

Sebuah fenomena yang terjadi di tengah masyarakat dimana dewasa ini, seiring dengan diusungnya kebebasan berfikir dan berpendapat, maka lahirlah “ Mujtahid-mujtahid baru yang bebas berfatwa padahal dia bukan termasuk orang yang layak untuk berfatwa. Hal ini dipicu oleh rasa fanatic yang berlebihan terhadap sebuah organisasi ataupun figure perorangan, sehingga yang muncul kepermukaan adalah rasa subyektivitas yang kental, dimana seringkali hal ini dapat mematikan logika untuk berfikir secara cerdas. Termasuk sebuah pernyataan yang cukup menyentakkan hati tiap-tiap orang yang mencintai sunnah adalah munculnya anggapan yang keluar dari para muballigh karbitan bahwa sholat sunnah qobliyah maghrib itu tidak ada dasarnya dan dianggap bid’ah. Benarkah demikian? Tulisan ini adalah dalam rangka menjawab keragu-raguan yang menggelayuti sebagian hati kaum muslimin setelah mendengarkan pernyataan tersebut. Apalagi yang mengucapkannya adalah seorang yang dianggap pakar dalam bidang keagamaan. Berikut paparannya.



Sholat qobliyah maghrib adalah sholat sunnah dua rakaat yang dilakukan sebelum melakukan shalat maghrib dan hukumnya sunnah ghairu muakkad ( fathul Wahhab, Juz I hal 56, Syaikh Zakarya Al Anshoriy.

Mengatakan bahwa sholat qobliyah maghrib tidak ada dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah sebuah pengingkaran terhadap sunnah yang mewajibkan pelakunya untuk bertaubat kepada Allah, sebab Rasulullah bersabda:

Sholatlah kalian sebelum sholat maghrib.” Beliau bersabda sampai tiga kali dan pada yang ketiga kalinya beliau bersabda” bagi orang yang ingin melakukannya.” (H.R. Bukhori. Shahih Bukhari Juz 2 hal 74 )

Juga riwayat dari Ibnu Hibban, hadits dari Abdullah Bin Mughoffal beliau bersabda:

“ Sesungguhnya Nabi SAW sholat dua rakaat sebelum sholat maghrib”.

Ash Shon’aniy berkata bahwa ajaran sholat sunnah qobliyah maghrib ini berdasarkan qauliy ( ucapan ) dan Fi’liy ( perbuatan ) dari Nabi Muhammad SAW ( Subulussalam sarah Bulughul Maram Juz 2 hal 5 )

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas Bin Malik, beliau berkata “ Kami di Madinah, ketika muadzin telah selesai mengumandangkan adzan maghrib, maka para sahabat bergegas menuju tiang-tiang lalu sholat dua rakaat, sehingga orang asing yang masuk masjid mengira bahwa sholat maghrib telah selesai karena banyaknya orang yang melakukan sholat qobliyah maghrib. ( Riyadush Sholihin, hal 290 no 1125 )

Dan masih banyak hadits-hadits yang menjelaskan tentang sholat sunnah qobliyah maghrib yang diriwayatkan oleh para huffadz dan ashhabussunnan.

Hanya saja dalam pelaksanaannya hendaklah dilakukan dengan ringan (namun juga tidak terlalu cepat ) sebab apabila tidak, maka dapat menggeser sholat maghrib dari awwal waktu, hal yang demikian ini hukumnya makruh.

Melihat dari keterangan di atas dengan ditunjang dengan nash-nash yang shahih maka tidak ada jalan bagi kita untuk berkata bahwa sholat qobliyah maghrib tidak ada dasarnya, apalagi sampai mengatakannya sebagai bid’ah. Sebab dengan berkata demikian maka kita telah melangkahkan kaki kita dalam perangkap syetan yang senantiasa ingin menjauhkan kita dari ajaran Nabi SAW.

Memang benar, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Bab sholat sunnah setelah maktubah, tidak disebutkan sholat sunnah qobliyah maghrib, beliau hanya menyebutkan bahwa sholat yang sering dikerjakan oleh Nabi adalah sholat dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat sesudah dzuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya’ dan dua rakaat sebelum subuh ( Shahih Bukhari Juz2 hal 72 ) namun hadits ini tidak serta merta dapat menggugurkan disunnahkannya sholat qobliyah maghrib yang juga berdasarkan hadits- hadits shahih. Para ulama ahli fikh mengklasifikasikan sholat sunnah menjadi dua, yaitu sholat sunnah muakkadah yaitu sholat sunnah yang selalu dikerjakan oleh Rasul dan ghoiru muakkadah yaitu sholat sunnah yang dianjurkan oleh Rasul termasuk didalamnya sholat qobliyah maghrib. ( Fathul Wahhab Juz I hal 56 )

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sholat sunnah qobliyah maghrib adalah sunnah dan ada contohnya dari Rasulullah dan orang yang melakukannya akan diberi pahala oleh Allah SWT.

Wallahu a’lam .



Baca Yang Selanjutnya......

Macam - Macam Puasa

Assalamu'alaikum wr wb,

Berikut adalah macam-macam Puasa Sunnah berdasarkan
Hadits Nabi. Mudah-mudahan kita bisa pelajari dan
amalkan untuk kemudian kita sebarkan bagi yang lain.



Wassalam



Macam-Macam Puasa Sunnah



Oleh : Moch Syaiful musta'in



Sebulan penuh Umat Islam menjalankan ibadah puasa di
bulan Ramadhan lalu, dan hari yang fitri ( 1 Syawal
1427 Hijriah) pun telah kita lalui. Apalagi kita masih
berada di bulan Syawal. Bahkan Rasulullah SAW pernah
bersabda : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan kemudian
meneruskannya dengan 6 hari pada bulan Syawal, maka
seolah-olah dia berpuasa sepanjang hidupnya."
(Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi,
an-Nisaa'i dan Ibn Maajah).



Berpuasa 6 hari pada bulan Syawal setelah puasa wajib
di bulan Ramadhan adalah merupakan puasa Sunnah
Mustahabbah, bukan wajib. Namun puasa ini sangat
disarankan kepada umat Muslim, karena kebaikan yang
banyak yang ada padanya dan pahalanya yang amat besar.
Barangsiapa berpuasa 6 hari pada bulan Syawwal
(setelah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan)
akan dicatat baginya pahala seperti dia telah berpuasa
selama satu tahun penuh, sebagaimana diriwayatkan
dalam hadits sahih.






Puasa tersebut menurut Imam Ahmad dapat dilakukan
berturut-turut atau tidak berturut-turut dan tidak ada
kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan menurut golongan Hanafi dan golongan
Syafi'i, lebih utama melakukannya secara
berturut-turut, yaitu setelah hari raya.




Puasa tanggal 9 Dzulhijjah (Arafah) bagi selain orang
yang melaksanakan Haji. Dari Abu Qatadah ra bahwa
Rasulullah saw bersabda, "Puasa hari Arafah dapat
menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu satu tahun
yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang."
(HR Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi)
.



Dari Hafshah ra, dia berkata, "Ada empat hal yang
tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw, yaitu puasa
Asyura, puasa sepertiga bulan (yakni bulan
Dzulhijjah), puasa tiga hari dari tiap bulan, dan
salat dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan
Nasa'i).




Dari Uqbah bin Amir ra bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Hari Arafah, hari Kurban dan hari-hari Tasyriq adalah
hari raya umat Islam dan hari-hari tersebut adalah
hari-hari makan dan minum." HR Khamsah (lima imam
hadis) kecuali Ibnu Majah dan dinyatakan sahih oleh
Tirmidzi.




Dari Ummu Fadhal, dia berkata, "Mereka merasa bimbang
mengenai puasa Nabi saw di Arafah, lalu Nabi saw saya
kirimi susu. Kemudian Nabi saw meminumnya, sedang
ketika itu beliau berkhotbah di depan umat manusia di
Arafah." (HR Bukhari dan Muslim).




Puasa Bulan Muharram dan Sangat Dianjurkan pada
Tanggal 9 dan 10 (Tasu'a dan 'Asyura). Dari Abu
Hurairah ra dia berkata, "Rasulullah saw ditanya,
'Salat apa yang lebih utama setelah salat fardhu?'
Nabi menjawab, 'Salat di tengah malam'. Mereka
bertanya lagi, 'Puasa apa yang lebih utama setelah
puasa Ramadhan?' Nabi menjawab, 'Puasa pada bulan
Allah yang kamu namakan Muharrom'." (HR Ahmad, Muslim,
dan Abu Daud).




Dari Muawiyah bin Abu Sufyan ra, dia berkata, aku
mendengar Rasulullah saw bersabda, "Hari ini adalah
hari 'Asyura dan kamu tidak diwajibkan berpuasa
padanya. Sekarang, saya berpuasa, maka siapa yang mau,
silahkan puasa dan siapa yang tidak mau, maka silahkan
berbuka." (HR Bukhari dan Muslim).




Dari Aisyah ra, dia berkata, "Hari 'Asyura' adalah
hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy di masa
jahiliyah, Rasulullah juga biasa mempuasakannya. Dan
tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari
itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa.
Maka, tatkala diwajibkan puasa Ramadhan beliau
bersabda, 'Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia
berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya,
hendaklah ia berbuka'." (Muttafaq alaihi).



Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Nabi saw datang ke
Madinah lalu beliau melihat orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari 'Asyura', maka Nabi bertanya, 'Ada
apa ini?' Mereka menjawab, hari 'Asyura' itu hari
baik, hari Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa saw dan
Bani Israel dari musuh mereka sehingga Musa as
berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi saw bersabda,
'Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu', lalu
Nabi saw berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang
agar berpuasa pada hari itu. " (Muttafaq alaihi).



Dari Abu Musa al-Asy'ari ra, dia berkata, "Hari
'Asyura' itu diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka
menjadikan sebagai hari raya. Maka, Rasulullah saw
bersabda,"Berpuasalah pada hari itu." (Muttafaq
alaihi).




Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Tatkala Rasulullah
saw berpuasa pada hari 'Asyura' dan memerintahkan
orang-orang agar berpuasa pada hari itu, mereka
berkata, "Ya Rasulullah, ia adalah hari yang
diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani," maka Nabi
saw bersabda, "Jika datang tahun depan, insya Allah
kami berpuasa pada hari kesembilan (dari bulan
Muharrom)." Ibnu Abbas ra berkata, "Maka belum lagi
datang tahun depan, Rasulullah saw sudah wafat." (HR
Muslim dan Abu Daud).




Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura' itu ada
tiga tingkat: tingkat pertama, berpuasa selama tiga
hari yaitu hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas.
Tingkat kedua, berpuasa pada hari kesembilan dan
kesepuluh. Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari
kesepuluh saja.




Berpuasa pada Sebagian Besar Bulan Sya'ban. Dari
Aisyah ra berkata, "Saya tidak melihat Rasulullah saw
melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali
pada bulan Ramadhan dan tidak satu bulan pun yang Nabi
saw banyak melakukan puasa di dalamnya daripada bulan
Sya'ban." (HR Bukhari dan Muslim).



Dari Usamah bin Zaid ra berkata, Aku berkata, "Ya
Rasulullah saw , tidak satu bulan yang Anda banyak
melakukan puasa daripada bulan Sya'ban !" Nabi
menjawab: "Bulan itu sering dilupakan orang, karena
letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedang pada bulan
itulah amal-amal manusia diangkat (dilaporkan) kepada
Tuhan Rabbul 'Alamin. Maka, saya ingin amal saya
dibawa naik selagi saya dalam berpuasa." (HR Nasa'i
dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Khuzaimah).



Berpuasa pada Hari Senin dan Kamis



Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Hurairah ra, bahwa
Nabi saw lebih sering berpuasa pada hari Senin dan
Kamis, lalu orang-orang bertanya kepadanya mengenai
sebab puasa tersebut, lalu Nabi saw menjawab,
"Sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada
setiap Senin dan Kamis, maka Allah berkenan mengampuni
setiap muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan, maka
Allah berfirman, "Tangguhkanlah kedua orang (yang
bermusuhan ) itu!" (HR Ahmad dengan sanad yang sahih).




Dalam sahih Muslim diriwayatkan bahwa Nabi saw ditanya
orang mengenai berpuasa pada hari Senin, maka beliau
bersabda, "Itu hari kelahiranku dan pada hari itu pula
wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim).





Berpuasa Tiga Hari Setiap Bulan




Dari Abu Dzarr al-Ghiffari ra berkata, "Kami
diperintah Rasulullah saw untuk melakukan puasa tiga
hari dari setiap bulan, yaitu hari-hari terang bulan,
yakni tanggal 13, 14 dan 15, sembari Rasul saw
bersabda, 'Puasa tersebut seperti puasa setahun
(sepanjang masa)'." (HR Nasa'i dan dishahihkan oleh
Ibnu Hibban).




Berpuasa Selang-seling (Seperti Puasa Daud)



Dari Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw telah
bersabda, "Puasa yang paling disukai Allah adalah
puasa Daud dan salat yang paling disukai Allah adalah
salat Daud. Ia tidur seperdua (separuh) malam, bangun
sepertiganya, lalu tidur seperenamnya, dan ia berpuasa
satu hari lalu berbuka satu hari."




Referensi:



Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq
Tamamul Minnah, Muhammad Nashirudddin al-Albani.



***



Selain itu, Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa
sunat jika suaminya hadir (tidak musafir) kecuali
dengan seizinnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
Radhiallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.




"Artinya : Tidak halal bagi seorang wanita unruk
berpuasa saat suminya bersamanya kecuali dengan
seizinnya" dalam riwayat lain disebutkan : "kecuali
puasa Ramadhan"




Adapun jika sang suami memperkenankannya untuk
berpuasa sunat, atau suaminya sedang tidak hadir
(bepergian), atau wanita itu tidak bersuami, maka
dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama
pada hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa sunat
yaitu : Puasa hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari
dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal,
puasa pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah dan di
hari 'Arafah, puasa 'Asyura serta puasa sehari sebelum
atau setelahnya.




Waktu haram puasa adalah waktu di mana umat Islam
dilarang berpuasa. Hikmahnya adalah ketika semua orang
bergembira, seseorang itu perlu turut bersama
merayakannya. Berpuasa pada Hari Raya Idul Fitri (1
Syawal ), berpuasa pada Hari Raya Idul Adha (10
Dzulhijjah)
Berpuasa pada hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13
Dzulhijjah)



Selain hari-hari tersebut, ada pula waktu dimana umat
Islam dianjurkan untuk tidak berpuasa, yaitu ketika
ada kerabat atau teman yang sedang mengadakan pesta
syukuran atau pernikahan. Hukum berpuasa pada hari ini
bukan haram, melainkan makruh, karena Allah tidak
menyukai jika seseorang hanya memikirkan kehidupan
akhirat saja sementara kehidupan sosialnya (menjaga
hubungan dengan kerabat atau masyarakat) ditinggalkan.



Puasa juga bagus untuk kesehatan, sebagaimana janji
Allah SWT diberikan kepada orang yang berpuasa
ditegaskan dengan sabda Nabi Muhammad saw yang
diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu'aim:
''Berpuasalah maka anda akan sehat.'' Dengan berpuasa
akan sehat jasmani, rohani dan hubungan sosial.



Manfaat puasa bagi tubuh, tidak seorang pun ahli medis
baik muslim maupun non muslim yang meragukan manfaat
puasa bagi kesehatan manusia. Dalam buku yang berjudul
''Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam'' oleh Dr Mahmud
Ahmad Najib (Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Ain-Syams Mesir), ditegaskan puasa sangat
berguna bagi kesehatan. Antara lain: Pertama, Puasa
memperkecil sirkulasi darah sebagai perimbangan untuk
mencegah keluarnya keringat dan uap melalui pori-pori
kulit serta saluran kencing tanpa perlu menggantinya.
Menurutnya curah jantung dalam mendistribusikan darah
keseluruh pembuluh darah akan membuat sirkulasi darah
menurun. Dan ini memberi kesempatan otot jantung untuk
beristirahat, setelah bekerja keras satu tahun
lamanya. Puasa akan memberi kesempatan pada jantung
untuk memperbaiki vitalitas dan kekuatan sel-selnya.



Kedua, Puasa memberi kesempatan kepada alat-alat
pencernaan untuk beristirahat setelah bekerja keras
sepanjang tahun. Lambung dan usus beristirahat selama
beberapa jam dari kegiatannya, sekaligus memberi
kesempatan untuk menyembuhkan infeksi dan luka yang
ada sehingga dapat menutup rapat. Proses penyerapan
makanan juga berhenti sehingga asam amoniak, glukosa
dan garam tidak masuk ke usus. Dengan demikian sel-sel
usus tidak mampu lagi membuat komposisi glikogen,
protein dan kolesterol. Disamping dari segi makanan,
dari segi gerak (olah raga), dalam bulan puasa banyak
sekali gerakan yang dilakukan terutama lewat pergi
ibadah. ***



Baca Yang Selanjutnya......

RAMADHAN

PERINGATAN PENTING SELAMA RAMADHAN
Oleh: Muhammad Hasan Yusuf
Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan agung yang wajib diperhatikan melebihi bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu ada beberapa peringatan penting:
1. Banyak terjadi keteledoran dalam tiga waktu berharga yang mahal, yaitu: setelah shalat fajar, yang biasanya disia-siakan dengan tidur atau jalan-jalan pagi secara ikhtilath (campur laki-laki dan perempuan); sore hari sebelum maghrib, yang biasa disia-siakan dengan sibuk membuat dan menyiapkan makanan berbuka; dan waktu sahur, yang disia-siakan dengan antara tidur dan sibuk dengan makan sahur. Padahal ketiga waktu tersebut adalah waktu perjalanan menuju Allah dengan berbagai ketaatan.
2. Berhati-hatilah, jangan memperbanyak tidur di bulan Ramadhan. Sebagaimana dikatakan oleh Syaddad bin Aus t : "Kami tidak mengenal tidur dalam bulan Ramadhan, dan tidak banyak tidur." Maka tidur yang paling bermanfaat adalah saat sangat dibutuhkan. Tidur di awal malam lebih terpuji dan bermanfaat daripada di akhirnya. Tidur di tengah hari lebih bermanfaat daripada di pagi dan sorenya. Setiap kali tidur itu dekat dengan kedua penghujung hari maka sedikit manfaatnya, banyak madharatnya, terutama tidur ashar, dan tidur di pagi hari kecuali bagi mereka yang tidak tidur semalaman.
Dan termasuk perkara yang dibenci menurut salaf adalah tidur antara shalat subuh dan terbitnya matahari. Dikarenakan itu adalah waktu ghanimah (pembagian harta berharga), memanfaatkan waktu tersebut adalah sebuah keistimewaan yang agung menurut orang-orang yang menitinya dengan ketaatan, hingga seandainya mereka melalui panjangnya malam dengan ketaatan, mereka tidak akan mengizinkan berhenti melalui waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena waktu tersebut adalah awal hari dan kunci pembukanya, waktu turunnya rizqi, waktu mendapatkan bagian, dan waktu turunnya berkah. Darinyalah siang hari beranjak, dan seluruh hukum terseret di atas bagian tersebut. Maka hendaknya tidur pada saat tersebut adalah tidurnya orang yang sangat terpaksa. (Tahdzibu Madarijis Salikin (201))
3. Banyak diantara kaum wanita berada pada puncak semangat hingga datang padanya waktu haidh, lalu menurunlah semangatnya secara drastis yang dengannya dia tidak mampu lagi meneruskan amal yang serius setelah terputus dari haidh. Maka wajib bagi saudari muslimah untuk berusaha melipatgandakan amal-amal kebaikan dan ketaatan yang dibolehkan di masa-masa haidh. Berharaplah pahala dengan meninggalkan puasa serta shalat pada masa haidh, yaitu bahwa dia tidak meninggalkan peribadatan tersebut kecuali karena beribadah kepada Allah I, karena Allah-lah yang telah memerintahkan dengannya. Yang demikian itu lain dari apa yang diharapkan pahalanya dengan dituliskannya pahala untuknya seperti saat dia mengapalkannya pada hari-hari sucinya. Berdasarkan sabda Nabi r:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
"Jika seorang hamba sakit atau bepergian, maka Allah I menuliskan pahala untuknya seperti saat dia beramal dalam keadaan sehat dan mukim (tidak musafir)." (Shahih, Shahihul Jami' (799))
Mungkin juga ia bisa mengganti shalat dan puasa dengan berbagai bentuk taqarrub yang berbeda-beda, seperti berdzikir kepada Allah, beristighfar, bershalawat atas Nabi r, berdo'a, shadaqah, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, turut andil dalam memberi buka orang-orang yang berpuasa, dan amal-amal kebaikan lainnya. Sebagaimana masih memungkinkan baginya untuk membaca tafsir al-Qur`an atau meneruskan khataman al-Qur`an yang telah dimulainya dengan cara mendengar dari kaset murattal. (AR)*
* Majalah Qiblati Volume 2 Edisi 12
Baca Yang Selanjutnya......