RAMADHAN

PERINGATAN PENTING SELAMA RAMADHAN
Oleh: Muhammad Hasan Yusuf
Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan agung yang wajib diperhatikan melebihi bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu ada beberapa peringatan penting:
1. Banyak terjadi keteledoran dalam tiga waktu berharga yang mahal, yaitu: setelah shalat fajar, yang biasanya disia-siakan dengan tidur atau jalan-jalan pagi secara ikhtilath (campur laki-laki dan perempuan); sore hari sebelum maghrib, yang biasa disia-siakan dengan sibuk membuat dan menyiapkan makanan berbuka; dan waktu sahur, yang disia-siakan dengan antara tidur dan sibuk dengan makan sahur. Padahal ketiga waktu tersebut adalah waktu perjalanan menuju Allah dengan berbagai ketaatan.
2. Berhati-hatilah, jangan memperbanyak tidur di bulan Ramadhan. Sebagaimana dikatakan oleh Syaddad bin Aus t : "Kami tidak mengenal tidur dalam bulan Ramadhan, dan tidak banyak tidur." Maka tidur yang paling bermanfaat adalah saat sangat dibutuhkan. Tidur di awal malam lebih terpuji dan bermanfaat daripada di akhirnya. Tidur di tengah hari lebih bermanfaat daripada di pagi dan sorenya. Setiap kali tidur itu dekat dengan kedua penghujung hari maka sedikit manfaatnya, banyak madharatnya, terutama tidur ashar, dan tidur di pagi hari kecuali bagi mereka yang tidak tidur semalaman.
Dan termasuk perkara yang dibenci menurut salaf adalah tidur antara shalat subuh dan terbitnya matahari. Dikarenakan itu adalah waktu ghanimah (pembagian harta berharga), memanfaatkan waktu tersebut adalah sebuah keistimewaan yang agung menurut orang-orang yang menitinya dengan ketaatan, hingga seandainya mereka melalui panjangnya malam dengan ketaatan, mereka tidak akan mengizinkan berhenti melalui waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena waktu tersebut adalah awal hari dan kunci pembukanya, waktu turunnya rizqi, waktu mendapatkan bagian, dan waktu turunnya berkah. Darinyalah siang hari beranjak, dan seluruh hukum terseret di atas bagian tersebut. Maka hendaknya tidur pada saat tersebut adalah tidurnya orang yang sangat terpaksa. (Tahdzibu Madarijis Salikin (201))
3. Banyak diantara kaum wanita berada pada puncak semangat hingga datang padanya waktu haidh, lalu menurunlah semangatnya secara drastis yang dengannya dia tidak mampu lagi meneruskan amal yang serius setelah terputus dari haidh. Maka wajib bagi saudari muslimah untuk berusaha melipatgandakan amal-amal kebaikan dan ketaatan yang dibolehkan di masa-masa haidh. Berharaplah pahala dengan meninggalkan puasa serta shalat pada masa haidh, yaitu bahwa dia tidak meninggalkan peribadatan tersebut kecuali karena beribadah kepada Allah I, karena Allah-lah yang telah memerintahkan dengannya. Yang demikian itu lain dari apa yang diharapkan pahalanya dengan dituliskannya pahala untuknya seperti saat dia mengapalkannya pada hari-hari sucinya. Berdasarkan sabda Nabi r:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
"Jika seorang hamba sakit atau bepergian, maka Allah I menuliskan pahala untuknya seperti saat dia beramal dalam keadaan sehat dan mukim (tidak musafir)." (Shahih, Shahihul Jami' (799))
Mungkin juga ia bisa mengganti shalat dan puasa dengan berbagai bentuk taqarrub yang berbeda-beda, seperti berdzikir kepada Allah, beristighfar, bershalawat atas Nabi r, berdo'a, shadaqah, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, turut andil dalam memberi buka orang-orang yang berpuasa, dan amal-amal kebaikan lainnya. Sebagaimana masih memungkinkan baginya untuk membaca tafsir al-Qur`an atau meneruskan khataman al-Qur`an yang telah dimulainya dengan cara mendengar dari kaset murattal. (AR)*
* Majalah Qiblati Volume 2 Edisi 12

0 Responses